Share with on:

Artikel Pustaka

Mengenal dan Mengatasi Rasa Duka

Mengenal dan Mengatasi Rasa Duka

Saat seseorang berduka karena kehilangan seseorang yang ia cintai, ia akan merasa kehilangan lalu munculah rasa sedih yang disebut berduka. Kedukaan merupakan reaksi manusiawi di mana seseorang berusaha mempertahankan diri ketika sedang mengalami kehilangan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kedukaan diartikan sebagai “kesusahan atau kesedihan”. Lebih detail lagi, Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary menjelaskan bahwa kedukaan adalah “a deep and poignant distress caused by or as if by bereavement”, yang berarti sebuah penderitaan batin yang mendalam karena sebuah peristiwa kehilangan. Kedukaan tidak hanya berarti kematian (kehilangan secara fisik), tetapi juga ketika seseorang kehilangan peran/fungsi orang yang ia dicintai akibat sakit serius misalnya demensia.

Ada 4 hal yang dapat terlihat pada seseorang yang mengalami kedukaan :

• Reaksi fisik: berkurang atau bertambahnya kebutuhan tidur dan/atau nafsu makan, sakit kepala, merasa lemas/lemah, berkurang atau bertambahnya kebutuhan akan hubungan intim dan seksualitas.

• Reaksi emosional: rasa sedih, kesepian, ketakutan, rasa bersalah, rasa malu, agresi, ketidakberdayaan, pesimisme, mimpi buruk, rasa butuh untuk ditolong, pertikaian.

• Reaksi kognitif: penurunan fokus dan harga diri, mengalami kebingungan, merasakan ketegangan, merasa mengalami paksaan, selalu terpikirkan segala hal tentang orang yang telah meninggal, merasa putus asa.

• Reaksi Spiritual: hilangnya makna kehidupan, menurun atau meningkatnya keimanan.

• Reaksi perilaku: mudah terganggu, menarik diri dari pergaulan, menghindari orang atau situasi.

Berduka adalah pengalaman yang dimaknai secara berbeda bagi setiap orang. Beberapa orang menunjukkan lebih banyak gejala fisik dibandingkan gejala kognitif. Namun, ada juga yang terjadi sebaliknya.

Duka yang mendalam

Kedukaan yang mendalam adalah ketika gejala kesedihan yang dialami bertahan untuk waktu yang lama dan menunjukkan gejala sangat serius, serta dapat mempengaruhi fungsi sosial atau profesional seseorang untuk jangka panjang. Kedukaan macam ini dapat menyebabkan masalah psikologis, seperti depresi.

Kedukaan yang mendalam ini dapat muncul dalam beberapa bentuk. Misalnya dalam bentuk kesedihan yang terus menerus, dalam bentuk perilaku-perilaku negatif, atau munculnya banyak keluhan fisik. Oleh karena itu, seringkali reaksi seseorang yang kehilangan orang yang dicintai terlihat menjadi berlebihan, atau sebaliknya, ada yang justru tidak menampakkan reaksi sama sekali.

Perbedaan utama antara sedih dan depresi ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:

Bagaimanakah Proses Kedukaan Bisa Terjadi?

Kemampuan memproses rasa kehilangan merupakan suatu proses aktif, maka empat tahap berduka berikut menjadi penting :

  1. Menghadapi kenyataan kehilangan.
  2. Mengalami rasa sakit kehilangan.
  3. Beradaptasi dengan kehidupan tanpa kehadiran almarhum.
  4. Mulai kembali ke rutinitas harian yang teratur.

Kegagalan untuk menyelesaikan dua tahap pertama dapat menghambat atau menghentikan proses berduka. Jika emosi tidak dihayati atau ditolak untuk dirasakan, maka emosi akan ditekan. Menekan emosi dapat mengganggu seluruh mekanisme tubuh dan akan menghabiskan energi yang cukup besar, membuat kita menjadi cepat lelah. Tubuh kita akan mulai menegang/mengeras untuk menghentikan emosi yang dirasakan. Misalnya, orang akan mengencangkan rahang, menahan napas, atau menegangkan leher dan bahunya saat menahan emosinya. Ini adalah strategi untuk menekan emosi dan menyangkal pengalaman yang tidak menyenangkan.

Layaknya mendorong bola ke dalam air: selain dibutuhkan energi yang besar, semakin kita mendorong bola ke dalam air, semakin hal ini menjadi menjengkelkan, karena bola akan terus muncul kembali ke permukaan. Sama halnya seperti emosi, semakin dalam kita menahan emosi kita, semakin banyak ketegangan yang akan terbentuk. Kita dapat melampiaskan ketegangan ini dengan beberapa cara, misalnya dengan banyak berolahraga, atau bahkan melepaskannya dengan menjadi mudah marah atau bersikap reaktif  kepada orang-orang sekitar. Selain itu, ketegangan ini juga dapat berubah ke dalam bentuk keluhan fisik, seperti sakit kepala.

Apa yang bisa dilakukan?

Untuk menghadapi proses berduka, menghadapi rasa kehilangan adalah hal yang penting. Kita harus mampu berhadapan dengan kenyataan, misalnya dengan melihat foto-foto pemakaman atau berbicara tentang orang yang dicintai yang telah meninggal. Kita harus mengalami rasa sakit dari kehilangan. Tidak mungkin untuk tidak merasakan sakit ketika kita kehilangan seseorang yang sangat kita cintai. Jika kita tidak merasakan sakit, itu karena secara sadar atau tidak sadar kita menekan atau menyangkalnya. Rasa sakit ini dapat muncul kembali suatu hari nanti, baik dalam bentuk keluhan fisik, perasaan sedih terus menerus, atau agresivitas. Menulis atau berbicara secara teratur tentang hilangnya orang yang dicintai dapat membantu kita untuk menerima dan memproses kehilangan dan rasa sakit.

Hasil akhir dari proses ini adalah untuk menerima rasa kehilangan ke dalam hidup kita, sehingga kita dapat mengenang orang yang kita cintai ini tanpa mengalami rasa sakit yang kuat setiap kali kita mengingat mereka. Rasa berduka akan tetap bisa dirasakan, namun tidak lagi mengganggu fungsi keseharian kita.

Sumber:

Keijsers, G. P. J., Van Minnen, A., Verbraak, M., Hoogduin, C. A. L. & Emmelkamp, P., (2017). Protocol-based treatments for adults with psychological complaints.

Keirse, E., & Kuyper, M.B. (2010). Mourning Guideline. Version 2. VIKC, Association of Integral Cancer Centers. (oncoline.nl)

Artikel ini diterjemahkan dari: https://niceday.app/en/library/what-is-grief/

Bagikan artikel ini

curhat line