Share with on:

Artikel Pustaka

Fear Of Missing Out – Ketika Kita Tidak Ingin Ketinggalan Keseruan Orang Lain

Fear Of Missing Out – Ketika Kita Tidak Ingin Ketinggalan Keseruan Orang Lain

“Ih, online terus. Kamu FoMO ya?”
“Wah hari ini ada kumpul bareng temen SMA. Aku harus ikut! Jangan sampai aku ketinggalan berita dan gosip yang diobrolin sama mereka.”
“Aku lagi ingin tutup sosial mediaku, tapi aku takut FoMO.”
“Aduh, handphone yang itu teman-teman dan banyak orang sudah pakai, aku kayaknya harus beli juga deh.”

Konsultasi dengan psikolog sekarang

FoMO. Pernah mendengar atau membaca ada istilah ini? Tampaknya istilah ini mulai marak digunakan, terutama berkaitan dengan sosial media. FoMO atau Fear of Missing Out dapat didefinisikan sebagai sebuah kecemasan bahwa orang lain akan mengalami sebuah pengalaman yang menyenangkan, sedangkan dirinya tidak. FoMO merupakan sebuah kondisi saat kita merasa kehilangan momen atau pengalaman yang orang lain alami. FoMO dapat dialami baik pada kehidupan sosial yang nyata sehari-hari, misalnya pada saat kita tahu teman-teman kita pergi bersama dan kita tidak bisa ikut; maupun pada kehidupan melalui media sosial, misalnya saat kita melihat ada sebuah acara yang sedang hype, atau melihat berita yang sedang viral. Mudahnya, FoMO dialami ketika kita tidak ingin ketinggalan trend yang sedang terjadi. 

Kenapa seseorang bisa mengalami hal ini? Pada dasarnya, manusia punya hasrat untuk terkoneksi dengan orang lain, terkoneksi dengan apa yang sedang orang lain lakukan. Seseorang bisa mengalami FoMO karena memiliki kebutuhan untuk terlibat atau need to belong yang besar, sehingga tidak ingin ketinggalan untuk terlibat dalam sebuah peristiwa menyenangkan yang dialami oleh orang lain. FoMo ini cenderung meningkat ketika pengalaman itu berkaitan dengan teman-temannya sendiri. FoMO juga dapat menjadi sebuah gejala bahwa individu merupakan sosok yang bergantung pada orang lain, dan memiliki kemungkinan besar sedang mengalami kesepian.

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa fenomena FoMO ini dapat memberikan dampak pada kondisi kesehatan mental individu. Seseorang yang mengalami FoMO lebih mudah terdistraksi, sulit fokus pada kegiatan yang sedang dilakukan, dan cenderung menyesali keputusannya di hari selanjutnya. Fenomena ini juga membuat banyak orang merasa terasing dari pengalaman hidup yang sesungguhnya, karena terlalu fokus pada perasaan tertinggal dari pengalaman orang lain yang menurutnya lebih menyenangkan, sehingga ia lupa untuk menikmati kehidupannya sendiri.

FoMO ini juga bisa membuat level stress meningkat, meningkatkan kecemasan, hingga berpotensi menyebabkan seseorang mengalami depresi karena terus menerus memikirkan ketertinggalannya dari orang lain. Selain itu, pada era digital saat ini, FoMO sangat mungkin membuat seseorang cenderung menggunakan media sosialnya secara berlebihan, yang selanjutnya dapat memunculkan perasaan tidak puas akan hidupnya sendiri, kecemasan, dan juga perasaan tidak berharga.

FoMO bisa sangat mengganggu kehidupan kita sehari-hari dan bahkan mengganggu kesehatan mental kita. Berikut ini beberapa tips yang bisa dicoba untuk mengatasi FoMo.

Fokus pada apa yang dirimu miliki.
Cobalah sejenak fokuskan dirimu pada apa hal yang sudah dirimu miliki. Saat kita hanya fokus pada trend, pada apa yang orang lain miliki, itu tidak akan membuat kita merasa cukup akan hidup kita dan terus menerus menetapkan standar kebahagiaan kita dengan melihat keseruan yang dimiliki orang lain.

Sadari tidak semua yang ditampilkan di media sosial itu nyata.
Penggunaan media sosial dapat meningkatkan risiko individu merasakan FoMo. Perlu kita sadari bahwa apa yang tampak di media sosial itu tidak selalu seperti apa yang sesungguhnya terjadi. Biasanya seseorang hanya menampilkan hal baik di media sosialnya. Belum tentu pada kehidupan nyata, tampak seru sesuai dengan postingannya.

Renungkan apa yang ingin dirimu lakukan.
Sebelum mengikuti tren yang terjadi, coba renungkan dulu, apakah dirimu benar-benar ingin melakukan itu, atau memiliki sesuatu itu, atau karena ikut-ikutan saja? Apakah dengan mengikuti tren itu, kamu benar-benar senang dan mendapatkan kebahagiaanmu? Atau jika yang sedang tren adalah memelihara hewan tertentu yang membutuhkan komitmen, coba renungkan apakah dirimu bisa berkomitmen melakukan itu, atau justru merasa terbebani?

Sadari bahwa tidak semua hal bisa kita miliki pada suatu waktu.
Dalam hidup, kita punya keterbatasan waktu, uang, dan energi. Dengan keterbatasan itu, tentu tidak semua hal di dunia ini bisa kita miliki atau ikuti, dan itu tidak apa-apa. Hal yang bisa kita lakukan yaitu kembali fokus pada yang kita miliki, sehingga akhirnya kita bisa menikmati hidup kita sendiri dan menemukan kebahagiaan dari apa yang kita miliki dan lakukan. Dengan demikian, ketika kita akhirnya tidak ikut trend tertentu atau tidak mengikuti sebuah kegiatan tertentu, maka tidak akan timbul penyesalan di kemudian hari.

Kenali nilai penting dalam hidupmu.
Kita akan lebih mudah untuk mengatasi FoMO saat kita tahu nilai penting dalam hidup kita. Kenapa demikian? Saat kita sudah tahu value apa yang kita pegang dalam hidup, akan lebih mudah bagi kita memutuskan untuk melakukan sesuatu yang memang bermakna dan bermanfaat bagi kita, tanpa ada penyesalan di kemudian hari.

Lihat artikel psikologi lainnya

Sumber :

Bloemen, N., & De Conick, D. (2020). Social media and fear of missing out in adolescents : The role of family characteristics. Social Media + Society, 6(4), 1-11.
Dogan, V. (2019). Why do people experience the fear of missing out (FoMO)? Exposing the link between the self and the FoMO through self-construal. Journal of Cross-Cultural Psychology, 5094), 524-538.
Guha, A. (2021). Managing the fear of missing out. Psychology Today. Diambil dari https://www.psychologytoday.com/intl/blog/prisons-and-pathos/202106/managing-the-fear-missing-out
Milyavskaya, M., Saffran, M., Hope, N., & Koestner, R. (2018). Fear of missing out : prevalence, dynamics, and cosequences of experiencing FOMO. Motivation and Emotion, 42(5), 725-737.

Bagikan artikel ini

curhat line