Share with on:

Sebuah Refleksi Tentang Validasi Emosi

vector dot 1
Sebuah Refleksi Tentang Validasi Emosi

Pernahkah Anda merasa emosi yang Anda rasakan itu tervalidasi oleh orang lain di sekitar Anda? Orang-orang di sekitar Anda membuat Anda merasa bahwa emosi itu wajar dirasakan dan memang benar dan boleh Anda rasakan pada situasi tersebut. Apa yang Anda rasakan setelah emosi Anda tervalidasi? Mungkin ada ketenangan yang muncul, karena merasa emosinya diterima dan dipahami. Kali ini saya ingin berbagi sebuah refleksi tentang kejadian yang belum lama saya alami tentang validasi emosi.

Konsultasi dengan psikolog sekarang

Belum lama ini, ibu jari tangan saya terluka yang menyebabkan kukunya harus diekstraksi atau diangkat. Sebelum prosedur esktraksi itu dilakukan, maka perlu diberi anestesi atau bius lokal untuk meminimalisir rasa sakit karena area itu menjadi kebal. Saat disuntik, rasanya sakit sekali, hingga saya memejamkan mata, tubuh saya menegang, dan tangan kanan yang tidak terluka ini meremas celana saya kuat-kuat. Perawat yang saat itu ikut mendampingi dokter yang menangani saya rupanya melihat respon saya itu. Saya bisa merasakan tangan perawat itu meraih tangan saya yang tidak terluka, lalu digenggamnya. Ia juga mengatakan, “Wah sepertinya rasanya sakit sekali ya ini. Tidak ada kok yang bilang ini tidak akan sakit.”

Ketika saya mendengar kata-kata perawat itu, tubuh saya melemas, dan akhirnya saya menangis, dan memegang tangan perawat itu kuat-kuat. Saat itu juga, saya merasa mendapatkan kekuatan untuk melanjutkan proses ekstraksi kuku yang tentu terasa sangat sakit itu. Muncul juga perasaan lega bahwa perasaan saya divalidasi, apa yang saya rasakan dipahami oleh perawat itu. Perawat itu tidak menghakimi saya yang menangis tersedu-sedu saat disuntik dan diambil kukunya, ia mengizinkan saya untuk merasakan emosi takut dan  kesakitan yang saya alami saat itu. Kalimat yang diucapkan dan respon perilaku perawat itu disebut sebagai validasi emosi. Validasi emosi, terlihat sederhana, tetapi memiliki dampak yang besar bagi orang yang mendapatkannya. 

Saya sering mendapatkan pertanyaan tentang respon apa yang bisa diberikan jika ada orang yang sedang bercerita. Selain mendengar aktif, hal lain yang bisa dilakukan yaitu memberikan validasi terhadap emosi yang orang itu rasakan. Validasi emosi ini merupakan sebuah proses untuk mempelajari, memahami, dan mengekspresikan penerimaan terhadap pengalaman emosional seseorang (Salters-Pedneault, 2021). Contoh kalimat-kalimat validasi yaitu :

  • Saya bisa memahami kalau kamu merasa marah atas apa yang terjadi pada dirimu. 
  • Sepertinya pengalaman itu benar-benar menyakitkan untukmu ya. 
  • Wah, dirimu terlihat senang ya!
  • Emosi yang kamu rasakan itu valid kok. 
  • Iya, kamu boleh merasakan takut pada situasi seperti itu. 

Validasi emosi ini memiliki berbagai manfaat. Tidak hanya dapat membuat seseorang merasa didukung seperti yang saya alami seperti cerita di atas, tetapi juga bisa membuat seseorang merasa dipahami dan diterima seada-adanya, sehingga ia pun juga belajar untuk menerima dirinya sendiri, termasuk berbagai emosi negatif yang mungkin dirasakan. Selain itu, adanya validasi emosi ini juga dapat membantu seseorang meregulasi emosinya, mengurangi intensitas emosi yang kuat dan menimbulkan rasa tidak nyaman. 

Untuk mengakhiri refleksi ini, saya mau coba kembalikan kepada pengalaman kita masing-masing dengan emosi yang kita rasakan sendiri. Tidak jarang rasanya kita menolak atau mengabaikan emosi yang kita rasakan. Kita mengecilkan perasaan kita sendiri. “Ah, aku nggak boleh merasakan ini”, “Ih kok gini doang aku nangis sih”. Melakukan hal-hal itu pada diri kita sendiri, meski rasanya sejenak bisa “kabur” dari emosi negatif yang tidak menyenangkan, tetapi dampak jangka panjangnya yaitu akan membuat kita sulit percaya pada emosi kita sendiri, sehingga kita jadi kesulitan untuk mengelola berbagai perasaan yang kita rasakan.

Menolak emosi ini juga bisa memperparah masalah kesehatan mental yang dialami seseorang, semakin berjarak dengan emosi yang dirasakan, hingga tidak mengenali lagi apa yang sedang dialami. Oleh karena itu, refleksi ini dibuat sebagai pengingat bagi kita semua.

Mari kita bersama-sama belajar memvalidasi emosi. Cobalah kenali apa yang sedang dirimu rasakan, sadari apa yang menyebabkan dirimu merasakan perasaan itu, dan izinkan dirimu untuk merasakan itu. Kamu boleh merasakan berbagai emosi, dan apa yang kamu rasakan itu, valid.

Lihat artikel psikologi lainnya

Sumber : 

Salters-Pedneault, K. (April 26, 2021). What is emotional validation?. Verywellmind. 

Bagikan artikel ini

Posting Terbaru

Pustaka Mood Disosiasi (1)
Pustaka Mood Memahami Self harm (1)

Anda mungkin juga menyukainya

illustration right side 1
curhat line