Share with on:

Yang Terjadi pada Dirimu Ketika Patah Hati

vector dot 1
Yang Terjadi pada Dirimu Ketika Patah Hati

Dalam lagunya yang berjudul “Sakit Gigi”, penyanyi Meggy Z menyanyikan “lebih baik sakit gigi daripada sakit hati”. Kenapa ya sakit hati dianggap lebih menyakitkan daripada sakit gigi? Bukankah sakit fisik dan sakit hati adalah dua hal yang berbeda? Memangnya apa sih yang terjadi pada diri manusia ketika patah hati?

Patah Hati Sama Sakitnya dengan Sakit Fisik

Patah hati tidak harus selalu disebabkan oleh ditinggalkan oleh pasangan. Kehilangan kehilangan orang terkasih seperti orang tua, kakak-adik, kakek-nenek, teman, atau bahkan hewan peliharaan juga dapat menyebabkan patah hati. Dengan kata lain, patah hati merupakan salah satu bentuk dari berduka (grief). 

Tim peneliti dari University of Michigan pernah membandingkan rasa sakit yang dipersepsikan dan bagian otak yang aktif pada partisipan penelitian yang sedang patah hati terhadap dua stimulus berbeda, yaitu: (1) ketika melihat foto mantan pasangan yang diasumsikan akan memicu rasa patah hati, dan (2) ketika diberikan stimulus pemicu rasa sakit fisik ringan/sedang yang menimbulkan ketidaknyamanan di tubuh, namun tidak membahayakan keselamatan. Hasil penelitian ini cukup menarik, di mana ternyata sakit hati dan sakit fisik mengaktifkan bagian otak yang sama. Bahkan, partisipan penelitian menilai rasa sakit hati lebih “tidak tertahankan” dibandingkan sakit fisik yang mereka rasakan. 

Coba Anda bayangkan: ketika Anda merasa pusing, mungkin Anda tidak akan menilai rasa pusing itu sebagai sesuatu yang “tidak tertahankan”. Meski demikian, tetap saja rasa pusing akan membuat Anda tidak nyaman dan sulit berkonsentrasi. Patah hati pun begitu, di mana ada rasa sakit emosional yang intens dan dapat berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan setelahnya. Sekarang, setelah mengetahui bahwa patah hati dapat dipersepsikan sebagai rasa sakit yang lebih tidak tertahankan dibandingkan sakit fisik, maka menjadi wajar ketika seseorang mengalami patah hati ia tidak bisa berfungsi dan melakukan aktivitas sehari-hari sebaik biasanya pada hari-hari normal. 

Sebuah penelitian membuktikan bahwa hanya dengan membayangkan kehilangan orang terkasih, skor IQ turun untuk sementara, serta menurunkan performa terkait berpikir nalar dan logis. Saat patah hati, tubuh kita mengeluarkan hormon stres yang lebih banyak dari seperlunya, yang kemudian menurunkan fungsi imun. Stres berkepanjangan juga dapat menyebabkan kemampuan kita untuk menoleransi berbagai hal secara psikologis pun menurun. Misalnya, bisa saja kita menangis tersedu-sedu hanya dengan melihat merk minuman yang disukai oleh orang yang membuat kita patah hati atau merasa sangat frustrasi karena tidak bisa menemukan kunci pintu rumah di dalam tas sendiri. Adanya rasa bersalah yang besar juga merupakan gejala patah hati yang paling umum dilaporkan, terlepas dari benar atau tidaknya kita bersalah pada situasi tersebut. Kita menjadi sibuk mencari-cari alasan mengapa perpisahan ini bisa terjadi, apa salah kita, dan apa yang seharusnya dapat kita perbuat untuk mencegah perpisahan ini terjadi.

Ketika Patah Hati, Kita Tidak Selalu Tahu Bagian Diri Mana yang “Patah”

Sayangnya, tidak semua orang memahami bahwa patah hati dapat memicu rasa sakit yang sama atau lebih dari sakit fisik. Hal ini bisa jadi disebabkan karena ketika patah hati, kita tidak persis tahu bagian tubuh mana yang patah atau sakit. Bagi beberapa orang, patah hati dapat memicu rasa sakit amat sangat di bagian dada, sedangkan bagi beberapa orang lain patah hati malah membuat tubuh mereka kebas dan tidak bisa merasakan apa-apa. Karena tidak selalu jelas bagian tubuh mana yang “patah”, terkadang kita pun jadi sulit memahami, menginterpretasi, dan menyadari pikiran, perasaan, dan perilaku kita yang terdampak dari rasa patah hari tersebut. Ketika kita belum memahami suatu pokok permasalahan, adalah wajar jika proses penyelesaian masalahnya pun menjadi lebih lambat. Dalam konteks patah hati, menjadi wajar ketika ada beberapa orang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pulih dari rasa sakitnya.

Kondisi ini pula yang menyebabkan patah hati seringkali tidak dianggap sebagai alasan yang dapat diterima ketika kita tidak bisa melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasanya. Jika Anda jatuh sakit dan membutuhkan operasi, maka kemungkinan besar tempat Anda bersekolah atau bekerja akan memberi izin sakit untuk proses pemulihan pasca operasi. Akan tetapi, tidak semua pihak dapat memberikan izin yang sama untuk proses pemulihan pasca patah hati. 

Mengapa Ada Orang yang Sulit Move On?

Saat manusia jatuh cinta, bagian otak dan neurotransmitter yang aktif cukup mirip dengan kondisi ketika seseorang mengalami adiksi. Tidak mengherankan apabila sosok yang dicintai pergi, kita mendambakan sosok tersebut. Fokus kita sehari-hari jadi terfokus pada sosok yang meninggalkan kita. Tidak adanya kontak yang cukup antara kita dan sosok tersebut meningkatkan rasa craving atau perdambaan tersebut. Untuk mengurangi craving yang dirasakan, terkadang ada orang yang berusaha untuk mengontak kembali sosok yang meninggalkannya. Tidak jarang setelah putus, ada orang yang selalu mengikuti pergerakan aktivitas mantan pasangannya di sosial media atau sekadar melihat foto-foto mantan yang masih tersimpan. Dalam upaya memenuhi craving, ada pula orang yang menjadi terfokus pada momen-momen membahagiakan dengan mantan atau kelebihan yang mantan miliki meski hubungan tersebut tidak berakhir dengan baik-baik. Apabila dinamika ini terus terjadi, dapat dipastikan bahwa proses move on akan berlangsung lambat. Lalu, bagaimana agar kita bisa mulai berproses dari patah hati? 

Yang Dapat Dilakukan untuk Berproses Pulih dari Patah Hati

  • Hal pertama yang penting untuk dilakukan adalah menyadari bagaimana patah hati dapat mempengaruhi otak sedemikian rupa, yang kemudian dapat mempengaruhi cara kita berpikir, merasa, dan berperilaku. 
  • Ketika kita menjalin hubungan yang lekat secara emosional dengan seseorang, banyak dari kebiasaan kita yang terkoneksi dengan orang tersebut. Tentu akan sulit untuk mengubah kebiasaan lama (dengan adanya orang tersebut) menjadi kebiasaan baru (tanpa orang tersebut) dalam semalam. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk melawan tendensi adiktif yang disebabkan oleh patah hati. Apabila patah hati yang Anda alami disebabkan oleh selesainya suatu hubungan romantis, maka hal yang perlu konsisten dilakukan adalah tidak memenuhi craving untuk membuat koneksi kembali dengan mantan dalam bentuk apapun. Akan sulit untuk menahan diri jika Anda masih memiliki akses terhadap orang tersebut, oleh karena itu akan membantu jika Anda menghapus atau block seluruh akses terhadap mantan secara langsung, nomor telepon, sosial media, dan foto-foto yang terkait dengan orang tersebut. Lalu, apakah berarti kita tidak bisa berhubungan baik atau setidaknya tidak bermusuhan dengan mantan? Sebenarnya bisa saja, asalkan kedua belah pihak sudah melewati suatu periode terpisah untuk memproses kedukaannya masing-masing dan telah move on.
  • Patah hati dapat menyebabkan rasa bersalah yang besar dan pandangan negatif terhadap diri sendiri. Apakah aku tidak layak untuk dicintai? Apakah aku segitu kurangnya? Aku salah di mana? Jangan-jangan aku tidak akan bisa bertemu dengan orang yang tepat? Mungkin ada banyak pertanyaan berkecamuk di kepala Anda. Salah satu upaya untuk menghadapi pandangan negatif terhadap diri sendiri saat patah hati adalah mempraktikkan self-compassion (selengkapnya dapat Anda baca di artikel ini) dan mempraktikkan mindfulness. Mindfulness bukan sekadar teknik relaksasi, namun secara umum merupakan cara berpikir di mana kita berfokus pada masa kini. Misalnya ketika memori dengan mantan terlintas di pikiran Anda, daripada semakin fokus mengingat-ingat pengalaman baik/buruk terkait dengannya, cukup terima pikiran yang terlintas tersebut, ingatkan diri Anda “aku sedang teringat oleh mantan”, dan berhentilah sampai di situ sebelum kembali beralih fokus ke kegiatan yang saat ini sedang Anda lakukan.
  • Saat mengalami patah hati, tidak dipungkiri ada rasa kesepian yang membuat Anda hampa. Wajar jika kita merasa hampa, karena memang ada kebiasaan atau identitas diri kita yang turut hilang dengan tidak adanya sosok tersebut. Namun, bukan berarti kekosongan ini tidak bisa diisi lagi dengan yang lain. Penting bagi Anda untuk re-connect dengan support system yang dimiliki, misalnya keluarga, teman, maupun profesional. Terkadang jika Anda membutuhkan waktu terlalu lama untuk move on, ada saja orang-orang yang tidak bisa menoleransi lamanya Anda berduka setelah patah hati karena durasi tersebut sudah melewati ekspektasi yang bisa diterima oleh orang tersebut. Bisa jadi teman atau keluarga yang tadinya memberi dukungan, menjadi merasa frustrasi dalam mendampingi Anda untuk move on. Oleh karena itu, selain mendapatkan support dan validasi dari orang lain, Anda harus tetap melakukan kiat-kiat yang lain dalam upaya menghadapi patah hati.
  • Belajar untuk melepaskan. Tidak jarang ketika suatu hubungan disudahi dengan alasannya yang tidak jelas atau tidak bisa kita terima, kita akan terus berusaha mencari jawaban mengapa hubungan ini berakhir. Padahal apapun alasannya, hasil akhirnya tidak akan berubah: hubungan tetap berakhir dan Anda tetap patah hati. Letting go atau melepaskan merupakan sebuah keputusan yang dapat Anda ambil dan akan lebih mudah tercapai seiring berjalannya waktu. Anda bisa coba bayangkan pengalaman patah hati ini sebagai sebuah bab dalam buku cerita kehidupan Anda, yang suka-tidak suka memang harus dilalui agar alur ceritanya lengkap dan bukunya tamat. Dengan melepaskan bab cerita yang ini, Anda dapat melanjutkan perjalanan ke bab-bab kehidupan Anda selanjutnya.

 

Sumber:

Winch, G. (2018). How to fix a broken heart. TED Books.

Bagikan artikel ini

Posting Terbaru

Pustaka Mood Disosiasi (1)
Pustaka Mood Memahami Self harm (1)

Anda mungkin juga menyukainya

illustration right side 1
curhat line