Stres

The Should statement: Harus atau Ingin? Membebaskan Diri dari Tekanan Pikiran

Ni Putu Putri Puspitaningrum, M.Psi., Psikolog

Coba kita cek kembali seberapa sering ada kalimat yang menyertakan kata ‘’harus’’ dalam kehidupan kita. Harus melakukan A, mencapai B, menerima C, dan bentuk keharusan lainnya. Coba kita pelan-pelan dulu, sebenarnya apakah itu betul-betul harus? Kata siapa itu harus? Apakah pikiran itu memberi dampak positif atau sebaliknya untuk diri kita? Apabila dampaknya negatif, mungkin kita boleh jeda sejenak untuk mengenal lagi beragam keharusan yang ada di pikiran kita.

Should statement, adalah salah satu pola berpikir yang melibatkan kata ‘’harus’’ dalam melihat suatu hal. Pola berpikir ini merupakan salah satu bentuk distorsi kognitif, yaitu pemikiran yang kita percaya sebagai kebenaran padahal belum cukup buktinya. Pola berpikir ini umumnya memunculkan tekanan yang memicu kecemasan, panik, bingung, dan berbagai emosi tidak nyaman lainnya karena membawa kita seakan terperangkap dalam suatu aturan tertentu yang kaku.

Beberapa contoh should statement, seperti:

  • Aku harus menjadi yang paling baik di antara semua
  • Dia harusnya mengangkat teleponku segera
  • Aku harus menurunkan berat badan untuk tampil cantik
  • Mereka harusnya mengikuti apa yang aku katakan

Should statement membawa kita pada kondisi seakan tidak ada pilihan lain dan ketika hal itu tidak terwujud, maka artinya kita gagal. Hal ini bukan hanya mempengaruhi diri kita sendiri tetapi juga relasi kita dengan orang lain. Hal ini tentu berisiko memunculkan konflik di kemudian hari.

Pelan-pelan, kita lihat lagi. Kita perlu lebih lembut terhadap diri sendiri dan juga orang-orang terdekat kita. Dengan menyadari adanya should statement yang kita miliki dan bersedia memodifkasinya, relasi yang baik itu lebih mungkin terwujud. 

Salah satu cara sederhana ketika menyadari ada should statement adalah dengan memodifikasi kata ‘’harus menjadi ingin’’. Contohnya:

  • ‘’Aku harus menjadi yang paling baik di antara semua’’ menjadi ‘’Aku ingin menjadi yang terbaik’’
  • ‘’Dia harusnya menjawab teleponku segera’’ menjadi ‘’Aku ingin dia segera menjawab teleponku’’
  • ‘’Aku harus menurunkan berat badan untuk tampil cantik’’ menjadi ‘’Aku ingin menurunkan berat badanku’’
  • ‘’Mereka harusnya mengikuti apa yang aku katakan’’ menjadi ‘’Aku ingin mereka mengikuti perkataanku’’

Mengubah ‘’harus’’ menjadi ‘’ingin’’ memberi ruang untuk kita mengambil kontrol terhadap situasi. ‘’Harus’’ identik dengan tekanan sedangkan ‘’Ingin’’ adalah sebuah pilihan. Kita tidak terperangkap pada situasi yang tidak memberi ruang untuk memilih. Dengan cara ini, kita juga kembali pada hakekat manusia yang tidak bisa menjamin bahwa semua hal terjadi sesuai keinginannya. 

 

Referensi:

Star, K. (2020). How “Should” Statements Contribute to Panic and Anxiety. Diakses dari https://www.verywellmind.com/should-statements-2584193

Therapi Now SF. (2021). Should Statements: Reframe The Way You Think. Diakses dari https://www.therapynowsf.com/blog/should-statements-reframe-the-way-you-think

Tim HatiPlong

Recent Posts

Disosiasi

Sebelum kita memulai, coba Anda bayangkan situasi berikut: Anda berada di ruang kelas, sedang mengikuti…

1 month ago

Memahami Self-harm

Apa itu Self Harm? Perilaku menyakiti diri sendiri, atau secara formal di sebut dengan istilah…

1 month ago

EMDR: Lebih dari Sekadar Terapi untuk Trauma

Trauma memang menjadi salah satu kondisi yang banyak diatasi dengan EMDR (Eye Movement Desensitization and…

1 month ago

EMDR: Memproses Emosi dan Trauma untuk Hidup Lebih Baik

Trauma adalah pengalaman yang bisa membekas. Kenangan dan emosi negatif yang terkait dengannya dapat terus…

1 month ago

Pengenalan Psikoterapi: EMDR

Saat seorang klien menjalani sesi pertamanya, biasanya sesi tersebut dibuka dengan asesmen dan konseling. Untuk…

1 month ago

The Duck Syndrom: Buang Topeng Bebekmu dan Temukan Dirimu Yang Sebenarnya

Bayangkan kamu sedang berada di sebuah acara sosial untuk menjalin hubungan bisnis dan di sekelilingmu…

2 months ago