Pandemi belum berhenti, setelah Covid-19 varian delta yang baru saja berlalu, sekarang ini ada Covid-19 varian Omicron yang sedang mendekat. Angka kasus di Indonesia pun semakin hari, semakin meningkat (Kompas.com). Coba kita tanya pada diri sendiri, apa rasanya ketika mendengar berita ini hadir di media silih berganti? Mungkin ada yang merasa sudah jenuh, biasa saja, cemas, atau berbagai emosi lainnya. Semuanya valid untuk dirasakan. Mari atur napas lebih pelan sejenak untuk menenangkan diri.
Konsultasi dengan psikolog sekarang
Meski masih dalam tahap penelitian, varian Omicron ini disebut-sebut rentan menyerang anak-anak. Ditambah lagi, sudah mulai diterapkannya sekolah dengan metode pertemuan tatap muka yang menempatkan anak pada kemungkinan bertemu orang lain lebih sering. Beberapa berita mengabarkan bahwa sudah ada beberapa sekolah yang menjadi cluster penyebaran COVID-19, meskipun belum diketahui lebih lanjut mengenai varian yang menginfeksi.
Hal ini tentu membuat orang tua perlu waspada, bukan hanya terhadap diri sendiri yang pergi bekerja, tetapi juga cara anak-anak menjaga diri mereka. Ketika satu orang dalam keluarga sakit (apalagi anak-anak), tentu juga akan berdampak pada kondisi anggota keluarga lainnya, baik secara fisik maupun mental. Untuk itulah, salah satu cara menghadapi kondisi COVID-19 ini, kita perlu membangun ketangguhan keluarga, bukan hanya ketangguhan diri sendiri (Gayatri & Irawaty, 2021).
Secara umum, konsep ketangguhan keluarga atau family resilience didefinisikan sebagai kapasitas sebuah keluarga sebagai sebuah sistem untuk bertahan dan bangkit dari kesulitan (Walsh, 2021). Konsep ini percaya bahwa ketika menghadapi krisis atau tantangan hidup yang sulit, maka pengaruhnya akan mengenai keseluruhan keluarga, sehingga proses adaptasinya akan melibatkan tiap individu di dalam keluarga, relasi satu sama lain, dan satu unit keluarga secara utuh.
Walsh (2021) menjelaskan bahwa ada tiga proses penting yang menyusun ketangguhan keluarga, yaitu belief system (pemikiran positif), organizational (hubungan satu dengan lain yang saling mendukung), dan communication/problem-solving (komunikasi dan pemecahan masalah). Bagaimana membangun ketiganya dalam konteks pandemi, khususnya menghadapi varian Omicron ini?
Sangat bisa dipahami apabila kita merasa jenuh dengan kondisi pandemi yang belum berhenti. Maka dari itu, jangan lupa untuk mengapresiasi diri sendiri dan orang terdekat yang telah bertahan sampai saat ini. Mari terus berjalan dan berjuang untuk menghadapi situasi ini. Kita berharap dengan menjadi keluarga tangguh, semua anggota keluarga berhasil melewati kondisi sulit ini. Jika terlalu berat rasanya dijalani sendiri dan membutuhkan bantuan profesional, jangan ragu untuk mencari bantuan, ya. HatiPlong selalu siap mendengarkanmu!
Lihat artikel psikologi lainnya
Referensi:
Kompas. com. (2021). UPDATE Corona Global 28 Januari 2022: Dominasi Varian Omicron di DKI Jakarta | Peningkatan Kasus Covid-19 di Korsel.
Gayatri, M., & Irawaty, D. K. (2021). Family Resilience during COVID-19 Pandemic: A Literature Review. The Family Journal, 106648072110238.
Walsh, F. (2021). Family Resilience In: Multisystemic Resilience. Oxford University Press.
Apa itu Self Harm? Perilaku menyakiti diri sendiri, atau secara formal di sebut dengan istilah…
Trauma memang menjadi salah satu kondisi yang banyak diatasi dengan EMDR (Eye Movement Desensitization and…
Trauma adalah pengalaman yang bisa membekas. Kenangan dan emosi negatif yang terkait dengannya dapat terus…
Saat seorang klien menjalani sesi pertamanya, biasanya sesi tersebut dibuka dengan asesmen dan konseling. Untuk…
Bayangkan kamu sedang berada di sebuah acara sosial untuk menjalin hubungan bisnis dan di sekelilingmu…