“Ah, mengerjakan ini besok saja, lah.”
“Hmm… aku tahu aku harus mengerjakan tugasku sekarang atau nanti bisa tidak selesai. Tapi drama ini lebih menarik. Ah, satu episode deh, nanti setelah itu baru mulai mengerjakan.”
“Duh, tugas ini susah sekali, tunggu ada moodnya dulu deh.”
“Duuuuhh, tugas untuk besok belum dikerjakan. Sebenarnya sudah dari minggu lalu sih tugasnya. Aku jadi harus kejar kebut malam ini. Bisa selesai nggak, ya?”
Familiar dengan kalimat-kalimat di atas? Kalimat-kalimat itu sering terlontar ketika seseorang sudah melakukan penundaan terhadap tugasnya, atau ketika seseorang melakukan prokrastinasi. Apa itu prokrastinasi? Prokrastinasi berasal dari Bahasa Latin, pro artinya maju, dan crastinus yang berarti besok. Berdasarkan asal katanya ini, prokrastinasi dapat diartikan majunya besok-besok.
Prokrastinasi ini menjadi sebuah fenomena yang banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dimana seseorang tidak mengerjakan sesuatu hingga waktu tertentu di masa mendatang, atau menunda melakukan sesuatu dengan alasan yang tidak penting atau tidak dibutuhkan. Prokrastinasi dapat didefinisikan sebagai sengaja menunda memulai atau menyelesaikan sebuah tugas hingga sampai pada titik seseorang merasa tidak nyaman (Ferrari, 2010).
Konsultasi dengan psikolog sekarang
Prokrastinasi tidak disebabkan oleh sekedar rasa malas. Terdapat faktor-faktor psikologis lebih dalam yang mempengaruhi perilaku prokrastinasi individu. Beberapa penyebab prokrastinasi yaitu keyakinan diri yang irasional misalnya meragukan diri sendiri atau ketakutan akan kegagalan. Contohnya, pada saat kita dihadapkan pada sebuah tugas, dan muncul pikiran, “Wah, tugasnya susah, aku tidak akan bisa menyelesaikan ini’, ‘Aku akan gagal mengerjakan ini’, ‘Performa aku tidak sehebat teman-teman yang lain, jadi tugas ini menjadi sulit untukku’.
Pikiran-pikiran seperti itu membuat kita menjadi takut akan kegagalan yang belum pasti terjadi, dan ini adalah salah satu jenis pikiran yang dapat mengarahkan kita untuk melakukan prokrastinasi (Haghbin dkk., dalam Constantin, English, & Mazmanian, 2018).
Tidak hanya kekhawatiran akan kegagalan yang dapat membuat kita melakukan prokrastinasi. Pikiran berulang berisi ingatan tentang kegagalan yang pernah terjadi di masa lalu juga dapat membuat kecenderungan perilaku prokrastinasi semakin besar, karena ingatan ini meningkatkan stress dan menurunkan tingkat self-compassion dan mindfulness (Flett dkk., dalam Constantin, English, & Mazmanian, 2018). Selain itu, perasaan tidak nyaman terhadap tugas yang diberikan, ataupun terhadap pemberi tugas, atau bahkan terhadap kemampuan diri sendiri, juga dapat menjadi faktor mengapa seseorang melakukan prokrastinasi.
Prokrastinasi merupakan bentuk dari penghindaran seseorang untuk melakukan sebuah tugas atau kegiatan, dan sangat mungkin disebabkan oleh adanya kecemasan. Kecemasan ini mengakibatkan seseorang merasa sangat tidak nyaman sehingga membuatnya mencari cara untuk menghindar agar rasa tidak nyaman itu berkurang dan dapat ditoleransi. Akan tetapi, ketika kita menghindar, kecemasan itu akan tetap ada dan justru berkembang seiring berjalannya waktu (Clark, 2021). Ketika kita terus menghindar, kita tidak punya kesempatan untuk membuktikan apakah kecemasan kita benar-benar terjadi sehingga kecemasan itu tetap bertahan, bahkan berkembang.
Pada saat kita melakukan prokrastinasi, mungkin ada perasaan lega sejenak, karena bisa terbebas dari perasaan tidak nyaman akibat kecemasan terhadap tugas. Akan tetapi, terdapat dampak psikologis berupa perasaan tidak nyaman yang akan muncul di akhir ketika kita melakukan prokrastinasi. Prokrastinasi menyebabkan tugas yang diberikan tidak dapat selesai sesuai harapan atau hasilnya tidak sesuai standar yang kita inginkan. Oleh karena itu, sangat mungkin perasaan yang muncul adalah overwhelmed, mengkritik diri, melakukan negative self-judgement, yang akhirnya memunculkan distress psikologis, kecemasan, atau bahkan membuat seseorang mengalami depresi. Tidak hanya itu, ketika individu itu menyalahkan dirinya sendiri, merasa kecewa atas dirinya, maka keyakinan irasional yang dimiliki bahwa diri tidak kompeten itu juga akan semakin kuat dan dapat memunculkan kecemasan kembali, dan begitu seterusnya hingga membentuk siklus.
Setelah melihat berbagai penyebab prokrastinasi yang ternyata tidak hanya karena malas, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kita bisa mengatasi prokrastinasi itu? Berikut beberapa tips untuk mengatasi prokrastinasi :
Selamat mencoba!
Lihat artikel psikologi lainnya
Sumber :
Clark, A. H. (2021). Stop procrastination and eliminate anxiety-Here’s how.
Constantin, K., English, M. M., & Mazmanian, D. (2018). Anxiety, depression, and procrastination among students: Rumination plays a larger mediating role than worry. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy, 36, 15-27.
Apa itu Self Harm? Perilaku menyakiti diri sendiri, atau secara formal di sebut dengan istilah…
Trauma memang menjadi salah satu kondisi yang banyak diatasi dengan EMDR (Eye Movement Desensitization and…
Trauma adalah pengalaman yang bisa membekas. Kenangan dan emosi negatif yang terkait dengannya dapat terus…
Saat seorang klien menjalani sesi pertamanya, biasanya sesi tersebut dibuka dengan asesmen dan konseling. Untuk…
Bayangkan kamu sedang berada di sebuah acara sosial untuk menjalin hubungan bisnis dan di sekelilingmu…